mesin pencari

Kami menjual Grosir dan Eceran => Buka Hari Seni - Jumat (Tanggal Merah Libur) / Jam 08.00 - 17.00

Gambar Produk

Gambar Produk
sedia hena, golecha, chandni, rani, kajal, eye liner, cetakan hena, aksesoris hena

Jumat, 14 Desember 2012

Propolis sebagai Antimicrobia

A. Aktivitas Antibakteri  
Banyak peneliti mempelajari aktivitas propolis sebagai anti bakteri dan ekstrak propolis dalam melawan stran-strain bakteri baik yang Gram-positive atau Gram-negative dan mendapatkan hasil bahwa propolis memiliki aktivitas anti bakteri yang sangat luas terhadap strain Gram-positive tetapi terbatas dalam melawan bakteri-bekteri bacilli Gram-negative (Vokhonina et al., 1969, Akopyan at al., 1970; Grecianu dan Enciu, 1976).
Ugur dan Arslan (2004) meneliti aktivitas antibakteri dan antijamur ekstrak acetone dan dimethyl sulfoksida (DMSO) dari 45 sample propolis dari provinsi Mugla Turki. Mereka menemukan bahwa aktivitas antimicrobial propolis berbeda-beda bergantung pada sample, dosis dan pelarut ekstraknya. Aktivitas antimicrobial propolis meningkat berbanding lurus dengan dosis dan tanpa mencapai fase plateau (mendatar) pada dosis tertinggi yang diuji. Kecuali untuk Brucella melitensis, ekstrak DMSO dari semua sample propolis lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak acetone-nya. Untuk B melitensis ekstrak acetone lebih efektif. Mikroorganisme yang paling peka terhadap propolis adalah Shigella sonnei (penyebab disentri shigellosis) yang tergolong grup Gram-negative dan Streptococcus mutans (penyebab kerusakan gigi atau caries) dari grup Gram-positive. Dibandingkan dengan antibiotik standard, propolis asal Mugla mempunyai efek penghambatan yang sama atau lebih tinggi terhadap proliferasi S. mutans, Salmonella thypi (penyebab salmonellosis: typhus dan parathypus), Pseudomonas aeruginosa dan S. sonnei.
Ekstrak alkoholik propolis dikumpulkan dari 18 wilayah Rusia. Ekstrak-ekstrak itu kemudian secara berseri dilarutkan dalam agar di cawan petri. Petri-petri kemudian diinokulasi dengan bakteri-bakteri: Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa, dan cendawan Candida albicans (penyebab candidiasis) kemudian diinkubasikan pada 370C atau 20-250C selama 48 jam. Propolis pada konsentrasi 125 – 500 ppm menghambat pertumbuhan B. cereus, dan S. aureus, tetapi umumnya tidak mempengaruhi dua bakteri yang lain atau cendawan, meskipun konsentrasinya ditingkatkan menjadi 1000 ppm (Shub et al., 1978).
Hubungan antara ekstrak alam larutan polifenol-alkohol dari propolis (AEP) dan aktivitas mikrobialnya dalam melawan Bacillus cereus sudah dicatat. Dalam 91 uji dengan kandungan polifenol tinggi (59% atau lebih) berasosiasi dengan aktivitas antimikrobialnya (Malimon et al., 1980). Dengan hewan uji ayam, propolis efektif mengatasi S. aureus dan S. epidermidis secara in vitro (Glinnik dan Gapanovich, 1981). Seratus enam strain S. aureus telah diuji, kesemuanya peka terhadap 0.5 – 1.0 mg/ml propolis. Strain yang resisten terhadap benzyl-penisillin, tetracycline dan erythromycin juga sensitive terhadap propolis. Propolis memiliki efek sinergis ketika dikombinasikan dengan ketiga macam antibiotik tersebut dalam melawan strain-strain yang tahan terhadap ketiganya (Shub, 1981).
Penghambatan pertumbuhan dari lima spesies mycobacterium bersifat proposional dengan konsentrasi flavonoid dalam propolis. Strain Mycobacterium sp. 279 adalah yang paling sensitive terhadap flavonoid propolis dan oleh karena itu sangat berguna menjadi pembanding dalam uji komparative. Konsentrasi terendah yang masih efektif terhadap strain ini adalah 0.00996 mg/ml (Jozwik dan Trytek, 1985). Sensitivitas dari 75 strain bakteri terhadap propolis pernah diuji. Enam puluh sembilan diantaranya diisolasi dari sapi dengan mastitis dan teridentifikasi sebagai Staphylococcus spp. dan  Streptococcus spp. Semua strain yang diuji menunjukkan sensitivitas sangat tinggi terhadap ekstrak propolis, umumnya sama atau lebih sensitif dibandingkan dengan strain pembanding Staphylococcus aureus 209P (Oxford) (Meresta dan Meresta, 1985).
Ekstrak etanolik propolis (EEP) efektif melawan bakeri-bakteri anaerobik. EEP menunjukkan efektivitas yang tinggi melawan strain-strain bakteroid dan peptostreptococcus dan sedikit kurang efektif melawan bakteri-bakteri Gram-positive dari Propionibacterium (penyebab jerawat), Arachnia dan Eubacterium.Strain dari Clostridium adalah yang paling kurang peka terhadap EEP (Kedzia, 1986).
Aktivitas antibakteri sudah diteliti melawan banyak cocci yang sudah dikenal dan Gram-positive rods (bakteri berbentuk batang), selain kepada Mycobacterium tuberculosis, tetapi hanya memiliki efektivitas terbatas melawan Gram-negative bacilli (Grange dan Davey, 1990; Rojas Hermandez et al., 1993). Aga et al. (1994) mengisolasi tiga senyawa anti bakteri dari propolis Brazil dan mengidentifikasinya sebagai 3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic acid, 3-prenyl-4-dihydroxy acid dan 2,2-dimethyl-6-carboxyethenyl-2H-1-benzopyran. Ketiganya menunjukkan antivitas sebagai anti bakteri melawan Bacilus cereus, Enterobacter erogenes dan Arthroderma benhamiae. Mereka menyatakan bahwa senyawa pertama adalah yang paling efektif dan rupanya ini merupakan senyawa antibakteri utama dari propolis Brazilia. Takasi et al., (1994) menyatakan bawah propolis menghambat pertumbuhan bakteri dengan mencegah pembelahan sel (proliferasi sel), sehingga menghasilkan bentuk pseudo-multicellular streptococci. Selain itu propolis menganggu organisasi sitoplasma, membran sitoplasma dan dinding sel, menyebabkan bakteriolisis sebagian dan menghambat sintesis protein dalam sel bakteri. Sudah dibuktikan bahwa mekanisme kerja propolis dalam sel bakteri adalah sangat kompleks dan analogi sederhana tidak dapat dibuat untuk menggambarkan kerja itu dengan menggunaan mode kerja klasik antibiotik. Kesimpulan ini didapat dari studi microcalorimetric dan mikroskop elektron

sumber : http://propbiyang.net/produk/produk14.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar